Selasa, 06 September 2011

Emile Durkheim



Emile Duhrkheim
Sutrisno

Apakah yang dimaksud Fakta Sosial ?

Yang harus dimengerti dahulu adalah apakah itu “social”?  Pentingnya pendefinisian konsep social ini adalah untuk memberikan batasan wilayah kajian sosiologi. Agar tidak tumpang tindih dengan biologi dan psikologi. Poin penting dalam mendefinisikan konsep ini adalah bahwa perilaku, fikiran dan perasaan yang menyangkut hal-hal yang berada diluar kesadaran pribadi, dan ini semua terjadi pada setiap wearga masyarakat. Jadi, misalnya kalau orang melakukan kontrak bisnis atau kontrak lainnya dengan orang lain, atau (kewajiban sebagai warga Negara,  maka orang ini melaksanakan tugasnya menurut hokum yang berlaku. Adanya perasaan ‘memaksa’ untuk berperilaku tertentu menurut hokum dan adat masyarakat tertentu atas individu  adalah menunjukan adanya realitas obyektif diluar individu. Kalaupun seseorang tidak merasa terpaksa atau sukarela atas realitas obyektiv yang mengikat tindakannya, tidak dengan sendirinya menggugurkan realitas obyektiv yang bersifat memaksa itu sendiri. Karena realitas obyektiv itu diperolehnya melalui pendidikan atasu sosialisasi.
Dengan demikian fakta social merujuk pada cirri – ciri tertentu yang berisikan cara berperilaku, berfikir dan berperasaan yang sifatnya eksternal bagi individu yang didukung oleh sesuatu kekuatan memaksa. Cara baerfikir dalam kontek ini harus dibedakan dengan gejala biologis maupun psikologis yang hanya ada dalam kesadaran pribadi. Cara – cara berfikir dan berperilaku itu merupakan ruang lingkup pokok sosiologi.  Konsep fakta social, dengan demikian, sumbernya bukanlah manusia pribadi, tetapi masyarakat. Misalnya masyarakat politik, atau kelompok kelompok yang menjadi bagian dari masyaarakat.
Ringkasan. Suatu fakta social merupakan setiap cara berperilaku, baik yang tetap maupun tidak, yang mampu memberikan tekanan eksternal pada individu, atau, setiap cara bertingkah laku yang umum dalam suatau masyarakat , yang pada waktu yang bersamaan tidak tergantung pada manivestasi individualnya.


Aturan – Aturan untuk Mengobservasi Fakta Sosial

            Sebelum fisika dan kimia menjadi ilmu, manusia telah mempunyai pengertian tertentu mengenai gejala fisiko-kimiawi. Ini artinya, gejala baru untuk masuk pada ruang lingkup ilmu pengetahuan, lazimnya gejala tersebut harus sudah ada dalam fikiran dalam bentuk persepsi atau konsep-konsep kasar. Atau, refleksi dan fikiran timbul sebelum munculnya suatu ilmu tertentu.  Ilmu pengetahuan berproses dari gagasan ke sesuatu hal, bukandari suatu hal ke gagasan. Jika orang cenderung menganalisis gagasan-gagasan daripada mengadakan pengamatan, melukiskan, dan membandingkan suatu hal yang merupakan kenyataan,  hasilnya merupakan suatu analisis ideologis. Ini yang harus dihindari, karena metode semacam semacam ini tidak menghasilkan suatu yang bersifat obyektif. Dengan sekedar pengembangan gagasan-gagasan tidak pernah dapat mengungkapkan hukum- hukum kenyataan. Cara tersebut biasanya dipakai kalangan filsuf. Misalnya, teori etika terbatas pada pembahasan gagasan mengenai kewajiban, apa yang baik dan apa yang benar. Spekulasi abstrak ini bukan suatu suatu ilmu pengetahuan. Karena penentuannya bukan aturan moralitas faktual, tetapi hanya pada apa yang seharusnya.
            Gejala sosial harus difahami sebagai suatu yang bereda dengan gambarannya dalam fikiran. Gejala ini harus dipelajari sebagai suatu hal yang bersifat eksternal. Wlupun gejala sosial tidk mempunyai ciri – ciri instrinsik namun gejal itu harus ditangani sebagaimana memahami suatu hal. Ciri kesukarelaan suatu perilaku tidak boleh diasumsikan sebelumnya. Ini penting sebagai kerangka bahwa obyek sosiologi tidaklan sebagaimana yang digeluti psikologi. Seperti yang dikerjakan Comte dan Spencer bahwa fakta sosial merupakan fakta alamiah.  Bagi sosiologi bagaimana meninggalkan tahap subyektif menuju tahap obyektif menjadi perhatian sentral.
            Pertama sekali yang menjadi dasar metode ilmiah adalah harus menghapuskan semua prakonsepsi. Seperti pada Descrates, bila ia memutuskan untuk mempermasalahkan semua gagasan yang pernah diterimanya, hal ini teradi karena ia ingin menggunakan konsep-konsep yang dikembangkan secara ilmiah belaka. Yaitu konsep yang dikonstruksikan sesuai dengan metode yang disusunnya sendiri.  Ini mengisyaratakan  seorang sosiolog harus, baik waktu menentukan tujuan penelitian atau menjelaskan pembuktiannya, meniadakan penggunaan konsep konsep yang berasal dari sumber diluar ilmu pengetahuan bagi kebutuhan yang tidak bersifat ilmiah.
            Selanjutnya penelitian ilmiah tertuju pada gejala (social) terbatas, yang tercakup pada definisi yang ketat. the subject matter of research must only include of group of fenomena defined beforhand by certain common external carracteristic and all phenomena which correspond to this definition must be so included  (Hal. 75). Pada tahap ini adalah memberikan batasan pada suatu hal yang ditanganinya. Ini penting untuk pembuktian dan verifikasi. Suatu teori hanya dapat diperiksa kalau diketahui bagaimana mengetahui fakta yang hendak diteliti. Agar suatu definisi bersifat obyektif, maka batasan ini harus mencakkup suatu gejala, bukan sebagai gagasan. Definisi ini juga harus memberi karakteristik atas dasar unsur-usur esensial secara hakiki.
            Berikutnya, cara kerja sosiologi hampir selalu menghasilkan pola klasifikasi. Pola klasifikasi ini tidak tergantung pada fikirannya, namun pada hakekat suatu hal itu sendiri. Fakta atau realitas (temuan)-lah yang membimbing sendirinyanya menemukan pola klasifikasi. Hal ini diperoleh setelah seorang sosiolog mempunyai dasar yang kuat dalam realitas.  Misalnya, dalam membuat klasifikasi terhadap berbagai jenis kejahatan, seorang sosiolog harus berusaha mengkonstruksi cara hidup dan adat istiadat dalam berbagai lingkungan kehidupan orang jahat   
             

Aturan – Aturan dalam Menjelaskan Fakta Sosial
            Kebanyakan sosiolog menganggap telah memahami gejala setelah mereka membuktikan kegunaannya dan peranan yang dimainkannya. Seolah- oleh fakta itu ada karena ada peranannya. Auguste Comte, misalnya, menelusuri semua kekuatan progresiv jenis mahluk hidup yang secara fondamental mendorong manusia untuk mengembangkan keadaan dalam segala situasi. Sementara Spencer menghubungkan kekuatan itu dengan kebutuhan untuk hidup lebih bahagia. Spencer menghubungkan prinsip itu dengan penjelasan mengenai pembentukan masyarakat sebagai hasil kerja sama; dan lembaga pemerintahan sebagai kegunaan regulasi kerja sama.
            Terdapat kerancuan dalam metode tersebut, karena ada dua masalah yang berbeda. Untuk menunjukan kegunaan suatu fakta, bukanlah dengan cara menjelaskan asal mulanya atau sebab timbulnya. Kegunaannya merupakan suatu indikasi karakteristik hal itu; bukan kegunaan yang menciptakannya. Gagasan mengenai kegunaannya memang dapat memotivasi manusia untuk menggerakkan kekuatan (mengidentifikasi efek karakteristiknya); akan tetapi tidak untuk menimbulkan efek itu dari hal yang tidak ada. Jadi, misalnya  untuk menimbulkan solidaritas yang melemah tidak cukup hanya dengan menyadari manfaat hidup kekeluargaan. Dalam memberikan wewenang yang diperlukan kepada pemerintah tidak cukup hanya didasarkan atas kebutuhan akan wewenagn itu. Yang diperlukan adalah pembentukan tradisi, semangat bersama dan seterusnya, sosiolog harus menelusur kearah ini. 
            Jadi untuk menjelaskan fakta social tidak cukup hanya dengan mengidentifikasi penyebabnya. Yang harus dicari dalam penjelasan adalah penyebabnya yang efisien yang menyebabkan timbulnya, dan fungsi yang dipenuhinya. Istilah “fungsi” lebih disukai ketimbang istilah “tujuan”, karena gejala social bukanlah disebabkan oleh hasil-hasilnya yang berguna. Tapi, sekali lagi, pada fungsi yang dipenuhinya.  Misalnya, reaksi social yang dinamakan hukuman ditimbulkan oleh intensitas perasaan kolektif yang dilanggar oleh suatu keahatan; tapi dari sudut lain hal itu mempunyai fungsi untuk memelihara perasaan itu. Perasaan kolektif itu akan hilang kalau pelanggar tidak dihukum, atau tidak ada pelanggaran.  Dari kontek ini maka seuah  fakta social dijelaskan oleh fakta social yang lain. “The function of a social fact  ought always to be sought in its relation to some social end ”.
            Tugas sosiolog adalah menemukan berbagai aspek lingkungan yang dapat mempengaruhi gejala social. Terdapat dua perangkat fakta yang memenuhi syarat itu. Yaitu; a) jumlah unit social atau besarnya masyarakat,  dan b) taraf konsentrasi kelompok atau kepadatan dinamis.