Teori Kritis
(Madzhab Frankfurt)
Sutrisno
Ä Prolog; Pandangan umum
Ikon
dalam pengembangan Teori Kritis ini adalah mengupas rasionalitas yang bekerja
dalam masyarakat modern. Sangat tepat Perdue memberikan judul pembahasan teori
ini dengan “Cultural Irrationality”. Prinsipnya, budaya yang berkembang dalam
masyarakat modern menjegal perkembangan rasio (rasio yang sejati), ia sebut
sebagai “irrational”. Kondisi ini dimulai dari aufklarung yang mengagungkan kebebasan manusia dari dunia magis
(utamanya dalam The Dialectic of
Enlightment, dari Adorno dan Hokheimer). Rupanya dalam perkembangan
masyarakat pengagungan rasio yang bertitik tolak dari abad pencerahan itu melulu menonjolkan jenis rasio yang
instrumental[1] (dalam One Dimentional Man – Herbert Macuse)
Dari titik tolak
ini teorinya mempunyai bobot kritis. Kritis dalam pengertian ini dialamatkan
pada dua komponen: (epistemologi) ilmu sosial pada saat itu dan struktur
masyarakat modern. Kedua komponen yang
menjadi sasaran tembak ini dianggap membelanggu emansipasi manusia. Secara umum
Teori Kritis membongkar bagaimana cara-cara sistem mendominasi; menutup
mata masyarakat dalam kegiatannya untuk menjamin reproduksi dalam kerangka
kesinambungan sistem itu. Dari sisi ini
teori kritis mewarisi tradisi Marx, meskipun ia juga mengkiritik Marxisme
ortodok yang dditerminisme ekonomi itu.
Berikut ini
adalah ornamen dalam bangunan Teori Kritis ini.
Ä George Lucaks (1885-1971)
Karena paling getol
mengembangkan sisi subyektif pemikiran marxist, maka Lucaks-lah yang paling menonjol sebagai
pewaris Hegelian-Marxist (paling tidak, begitulah pendapat Perdue[2]). Tiga
karya Lucaks yang dipandang monumental, The
Soul and Its Forms; The Theory of Novel, dan History Class Consiousness. Untuk kepentingan pengembangan diskusi
ini (Teori Kritis), History Class
Consiousness-lah yang paling penting, meskipun secara umum sepanjang
karyanya menunjukan perhatian pada “kesadaran”.
Fetishism of
Comodities (Pemujaan Komoditas)
Elaborasi
konsep ini memperkuat (sturktural) marxis; menarik hubungan antara tingkat
ekonomi, ideologi, ekonomi dan politik. Ketika hubungan-hubunganmanusia
dikomoditikan, yang ditemukan kemudian adalah “hantu obyektivitas” (phantom
objecktivity). Produk atau sesuatu yang dihasilkan dalam proses produksi terpisah
dari buruh yang mengerjakannya, produk itu ada “di luar sana”. Dari pendekatan
semacam ini pekerja selalu dalam kondisi tak berdaya, komoditas sebagai sebuah
proyek raksasa yang mengalahkan apa saja dari sisi manusia.
Reifikasi
Konsep ini digunakan
untuk menjelaskan bahwa dalam masyarakat modern-kapitalis manusia disejajarkan
dengan benda-benda yang (bisa) diperjualbelikan. Hunungan-hubungan sosial
menjadi “obyek”yang dapat dimanipulasi, dan diperdagangkan. Jadi, merujuk
Weber, rasionalitas dikonstruksikan melulu dalam kerangka instrumental. Konsep
reifikasi selain digunakan sebagai pensejajaran manusia sebagai benda, juga
kritik terhadap positivisme (saintisme)