Jumat, 14 Maret 2014

Fenomenologi untuk Kepolisian



Fenomenologi untuk Kepolisian Indonesia  


(Ketika Anda hanya mempunyai sebilah palu,
Anda cenderung melihat segala sesuatu seperti sebuah paku).


Fenomenologi lahir sebagai sebuah gagasan filsafat, tulisan ini sejauh mungkin mengambil jarak dari fenomenologi sebagai sebuah kerangka pemikiran filsafat itu.  Fenomenologi disini  diletakan sebagai sebuah pendekatan sosiologis. Meskipun demikian, latar epistemologik tetap diperlukan dalam mengawali  tulisan pendek ini untuk kepentingan keruntutan dan pendasaran  konstuksi gagasan yang utuh. Dalam wacana epistemologik, fenomenologi mempunyai dua makna penekanan.  Pertama, dari proses kelahirannya, sebagai gagasan filsafat  fenomenologi merupakan reaksi atas sistem filsafat positivisme; kedua, ia sebagai oposisi terhadap pemikiran Imanuel Kant, utamanya tentang konsep nomena-fenomena.  Sistematika tulisan ini pada bagian awal adalah upaya melacak sistem sosial yang menjadi  implikasi dari bekerjanya logika positivisme. Sekaligus, dari sisi ini pula entry untuk memahami gerakan pemikiran fenomenologi sebagai oponen. Di bagian tengah tulisan ini dimaksudkan elaborasi metode kritik fenomenologis. Hemat penulis, pada bagian inni pula insan kepolisian dapat mengambil manfaat, utamanya dalam cara berfikir induktif. Di bagian akhir tulisan ini merupakan sebuah model pembacaan  fenomenololgik  atas kepolisian.

Duduk Perkara ‘Fenomenologi’ sebagai Pendekatan

Sebagai reaksi atas positivisme, fenomenologi menyerang konsep “struktur”. Padahal, “struktur” itu temuan proyek besar peradaban aufklarung yang nota bene  ‘saudara sepupu’ positivisme. Menyerang konsep ini berarti menyerang jantung peradaban positivisme itu sendiri.   Konsep “struktur”  yang membingkai perilaku manusia, sekali lagi,  dipakai kalangan positivis dalam membaca segala persoalan kemanusiaan. Di kalangan akademisi, di rak-rak buku di perpustakaan,  pasti ditemukan literatur metodologi yang menjelaskan perihal (fungsi) teori dalam kerangka “struktur”-nya positivisme ini: mulai dari fungsi deskriptif, eksplanatif, prediktif, dan preskriptif. Sejumlah fungsi teoritik ini khas dalam formasi “struktural” gaya yang diproduksi positivistik. “Struktur” dalam pandangan positivistik  bersifat linier, sehingga mereka (kalangan positivis) ini mempercayai masyarakat sebagai analogi biologi;  mekanistik