Modus Beragama Ala Candu
Sebuah
Penelusuran Metode Keberagamaan
Hemat saya sementara ini, tidak ada hubungan
antara ketegori yang dibuat sosiologi dengan konstruksi dalam kkitab suci. Sehingga
tidk perlu orang liberal itu otomatis masuk neraka, karena misalnya konsep
liberal tidak musti disejajarkan dengan munafik atau kafir. Pada lain sisi
dalam pandangan liberal, orang orang yang bermodus fundamentalis atau
konservatif disebutnya sebagai cara beragama yang tidk mau sedikit berfikir
menangkap pesan-pesan subtantif agama. Bahkan, bagi kalangan moderat atau
liberal, kalangan konservatif itu justru memanipulasi agama (hanya)
untuk ‘kamuflase’. Kalangan konserfatif
sangat senang sekali mengeksploitasi ibadah. Misalnya ibadah haji atau
umroh diletkkannya sebgai ‘kesenangan spiritual’. Apa yang
salah dengan ini? Konstruksi berfikir
kalangan konservatif semacam ini mudah sekali terpeleset meletakkan
spiritualitas sebagai suatu ‘komoditas’. Cerita-cerita di tengah masyarakat tetang
komodifikasi umroh mudah menggeser agama ini sebagai ‘agama para kapitalis’.
Bayangkan, atas nama sebuah ‘kesenangan spiritual’ di depan ka’bah ia menumpulkan
diri dari ratusan bahkan ribuan manusia yang tetangganya yang jauh kekurangan. Tak
perlu berdiskusi panjang tentang apa
yang bisa diperbuat terhadap kalangan marjinal karena toh artikulasi
sensitifitas ini bisa seribu satu cara! Diantaranya membantu begitu saja menhyekolahkan
anak-anak kelompok marjinal, daripada bertamasya spiritual. Soal spiritual toh
bisa pula diartikulasikan seribu satu cara tanpa harus melempar uang tak karuan
atas nama spiritual. Atas nama ‘kesenangan spiritual’ tumpulnya sensitifitas terhadap penderitaan tetangga menjadi
absyah. Tentu saja, bisa koment trhadap tulisan saya ini sebgai penuh su'uzdon dan kesumat atas orang-orang yang umroh berulangkali. Kita bebas berkomentar. Bagi saya adalah aneh umroh berulang tanpa rasa risi terhadap masih hadirnya tetangga sebelah rumah dan keluarga jauh yang tak mampu bayar SPP dan seterusnya. Bagaimana kita mau mengingkari realitas semacam ini masih dalam kerangka su'uzdhon ? Bukankan malah sebaliknya, siapa yang sesungguhnya ber-su'uzdhon!
Setelah pulang umroh ia seperti manusia yang tersucikan, tanpa berkorelasi positif terhadap perbaikan kualitas kemanusiaan tangga kiri kanan. Ketersucian ini ironis, kembali ke kampung halaman yang penuh ketimpangan, kesenjangan, marjinalisasi. Lebih gila: ia seperti orang terpilih karena diberi kesempatan umroh berulang-ulang tak seperti tetangganya yang kekurrangn. Lantas, apa fungsi islam sebagai elan vital penyelesaian persoalan kemanusiaan yang selama puluhan dan ratusan kali dicontohkan nabi-nabi ? Islam mengajarkan bahwa kita tak bisa cuci tangan atas ketimpangan dan penderitaan orang-orang sekitar kita.
Setelah pulang umroh ia seperti manusia yang tersucikan, tanpa berkorelasi positif terhadap perbaikan kualitas kemanusiaan tangga kiri kanan. Ketersucian ini ironis, kembali ke kampung halaman yang penuh ketimpangan, kesenjangan, marjinalisasi. Lebih gila: ia seperti orang terpilih karena diberi kesempatan umroh berulang-ulang tak seperti tetangganya yang kekurrangn. Lantas, apa fungsi islam sebagai elan vital penyelesaian persoalan kemanusiaan yang selama puluhan dan ratusan kali dicontohkan nabi-nabi ? Islam mengajarkan bahwa kita tak bisa cuci tangan atas ketimpangan dan penderitaan orang-orang sekitar kita.
Tetapi, hari ini agama bergeser menjadi candu!