Perihal Teori Etika
Pintu masuk dunia filsafat Moral
Beraneka
ragam pintu masuk dunia filsafat. Orang bisa memulai dari mempelajari sejarah
(lahirnya) filsafat; bisa dari ketertarikan pada tema-tema tertentu[1]
tanpa harus berangkat dari metode kronologis; bisa berangkat dari focus
(kekaguman) pada seorang filosof [2];
bisa pula berangkat dari metode berfikir kritis dan radikal. Tapi tentu saja
orang tidak dapat masuk dunia filsafat melalui ketertarikannya pada wilayah
klenik (jadi lucu ada mahasiswa yang menhubungkan filsafat dengan dunia
perdukunan!). Dunia klenik menutup orang berfikir rasional. Wilayah klenik
tidak perlu penjelasan dan argumentasi begini atau begitu, orang dituntut
kepatuhan total (sebetulnya untuk keperluan-keparluan pragmatic jangka pendek)[3].
Namun, bukan hanya wilayah klenik yang
menutup argumentasi rasional, wilayah ideology juga mendekati ketertutupan
argumentasi alternative[4].
Apakah agama masuk pada wilayah ini ? Pada banyak sisi agama justru menuntun /
merangsang berfikir argumentative – menuntun rasionalitas. Namun ruang dogmatis
agamalah yang acapkali membingkai rasio yang dibutuhkan filsafat. Hemat saya, sistem sosisialah yang membuat
agama beku sehingga menyerupai wilayah
klenik. Sistem social, merujuk jalan fakir Auguste Comte hanyalah merupakan
suprastruktur dari infrastruktur tata fakir masyarakatnya. Misalnya, masyarakat
yang didominasi klenik cenderung menghasilkan system kekuasaan feodal. Jadi demokrasi hanya bisa hadir dalam
masyarakat yang menerima pemikiran kritis, masyarakat yang memberi ruang
argumentasi rasional.
Kita kembali ke pintu masuk filsafat. Metode berfikir
kritis dan radikal kalau dirunut dari deretan kategori pintu masuk filsafat di atas tergolong pada tema tertentu
dalam filsafat. Dalam hal ini, epistemology dan logika, misalnya. Epistemology
adalah cabang filsafat tentang tata cara
memperoleh pengetahuan, sementara logika adalah tata tertib agar cara
memperoleh pengetahuan itu tidak sesat. Logika tidak untuk menjaring / mendapat
pengetahuan tetapi sebagai rambu – rambu agar dalam proses menggapai
pengatahuan tidak sesat.
Namun cara berfikir
radikal dan kritis tidak melulu
produk epistemology dan logika, masih perlu bidang yang menyeret realitas pada
“gagasan – gagasan mendasar” yang menjadi tradisi berfikir filsafat. Misalnya
bidang yang membahas apa yang dimaksud “pengetahuan” dan
apakah pengetahuan memang ada,
apa yang dimaksud “ada”, bidang filsafat ini adalah ontology. Bidang lain, Bidang filsafat yang bertugas
membongkar nilai tidak dapat dilepaskan dari proses membangun tradisi berfikir
kritis. Kehidupan social tidak lepas dari tindakan – tindakan yang berkategori
nilai, dengan nilai orang mengatakan si A berbuat baik, si B berbuat tidak baik.
Bandingkan misalnya seseorang yang hidup di hutan sendirian, nilai tidak akan
terkonstruksi selayaknya dalam kehidupan social. Bidang filsafat yang
mendiskusikan nilai adalah aksiologi. Pada bidang inilah persoalan – persoalan
etika dimulai.